Selasa, 24 April 2012

konseling kognitif Aaron T Beck

PEMBAHASAN 2.1 Perpektif historis Aaron T. Beck seorang Psikiater yang lahir di Providence,Rode Island. Dia menyelesaikan BA di Brown University dan mendapatkan M.D. dalam bidang Psychiatry di Yale University pada tahun 1946. Pada awalnya dia seorang psychoanalyst dan banyak melakukan research on the psychoanalytic treatment of depression. Dia mulai mempelajari pendekatan kognitif sebagai treatmen bagi mereka. Aaron T Beck pada awalnya di didik dalam aliran psikodinamik suatu pendekatan berbasis cara memperoleh wawasan sadar emosi dan drive. Akan tetapi Ia merasa tidak sependapat pada beberapa konsep Freud. Beck memiliki kesimpulan bahwa cara yang dirasakan kliennya, ditafsirkan dan dikaitkan makna dalam kehidupan sehari-hari mereka-suatu proses yang secara ilmiah dikenal sebagai kognisi merupakan kunci untuk melakukan terapi. Beck memformulasikan teori kognitif untuk gangguan depresi setelah bertahun-tahun melakukan observasi klinis dan studi empiris terhadap pikiran dan keyakinan para penderita depresi. Selama eksperimen tersebut, Beck mengidentifikasi pola berpikir yang berkorelasi dengan gejala-gejala depresi. Beck mencatat bahwa pola pikir orang yang mengalami depresi ditandai dengan cara pandang yang negatif terhadap diri sendiri, orang lain dan lingkungannya. Dia menyatakan bahwa pikiran-pikiran negatif tersebut adalah hasil dari bias dalam pemprosesan informasi yang pada akihirnya mengakibatkan kesimpulan yang bias pula. Kemudian dia menyarankan bahwa pemrosesan informasi yang buruk tersebut dapat diubah dengan menggunakan teknik yang sistematis untuk membantu klien menguji pikiran mereka menjadi lebih realistik dan akurat. Yang sampai saat ini dikenal dengan Teori Konseling Kognitif Beck (KKB). 2.2 Pokok-Pokok Teori Asumsi utama dalam konseling kognitif adalah pikiran menyimpang (dysfunctional thinking) atau pikiran bias (distorted) dapat mempengaruhi mood dan tindakan konseli. Hal inilah yang menjadi penyebab gejala umum gangguan psikologis. Tujuan konseling kognitif untuk mengajar konseli agar mengenali,mengevaluasi, dan memodifikasi keyakinan serta pikiran menyimpang. 2.2.1 Pandangan Tentang Sifat Dasar Manusia KKB meyakini penyebab gangguan kognitif atau kesalahan keyakinan disebabkan adanya hasil interaksi antara kecenderungan genetik (bawaan) dengan pengaruh negatif dari orang lain dan berbagai peristiwa traumatik. Dalam melakukan konseling, konselor kognitif dianjurkan untuk melakukan wawancara guna mengungkap latar belakang historisnya. Sebab gangguan mental disifati oleh bentuk-bentuk distorsi kognitif yang relatif dapat diramalkan. Menurut KKB manusia yang sehat secara psikologis adalah mereka yang sadar tentang kognisinya. 2.2.2 Sistem Teori a. Prinsip Sistem Teori -prinsip Konseling Kognitif Beck (1995), Beck & Emery (1985), dan Beck et all. (1990) mengemukakan prinsip-prinsip penting yang mensifati praktek konseling kognitif sebagai berikut :  Konseling kognitif didasarkan pada temuan bahwa perubahan pikiran menghasilkan perubahan perasaan dan tindakan.  Perlakuan yang efektif menuntut adanya kolaborasi dan aliansi terapiuthik  Program perlakuan berlangsung singkat, berpusat pada masalah, berorientasi pada tujuan.  Konseling kognitif suatu model pendekatan aktif dan terstruktur  Asasmen, diagnosis, dan perencanaan perlakuan merupakan bagian intergal dalam proses perlakuan.  Pemberian tugas, tindak lanjut, dan umpan balik balik konseli penting untuk menjalin keberhasilan dalam pendekatan ini. b. Tingkat Kognisi 1. Pikiran Otomatis Pikiran otomatis merupakan pikiran khusus situasional secara spontan muncul mereaksi pengalaman kita. Pikiran otomatis menjembatani situasi dan emosi. Oleh karena itu, memahami pikiran otomatis konseli sangat penting untuk tujuan mengubah emosinya. Contoh : “Wah, ternyata soal UTSnya sulit” “jika ingin sembuh saya harus minum obat” 2. Keyakinan tingkat tinggi Keyakinan timgkat tinggi merefleksikan aturan dan sikap yang absolut yang membentuk pikiran otomatis Contoh : “Pencopet tidak memiliki rasa kasihan terhadap korbannya” “Agar tidak menjadi korban pencopetan kita harus berhati-hati dalam menyimpan dompet ataupun barang berharga lainnya” 3. Keyakinan inti Keyakinan inti merupakan ide sentral yang mendasari pikiran otomatis dan direfleksikan dalam keyakinan lanjut. Keyakinan Inti memiliki karakteristik sebagai berikut: • Berakar pada pengalaman masa kanak-kanak yang dapat diubah • Merefleksikan pendangan diri tentang lingkungan dan masa depan • Bersifat positif atau negatif. Keyakinan positif dapat dinyatakan dalam pengakuan, misalnya “Saya senang berada dikelas BK B 2010 karena sangat kompak dan menyenangkan”. Keyakinan negatif dapat dikategorikan sebagai helpelss core beliefs sehingga membuat orang menjadi pesimis, tidak produktif, dan malas. Contoh : “Saya tidak bisa bahasa Inggris sehingga tidak mungkin bisa lulus TOEFL” 4. Skema Skema bertindak sebagai saringan filter yang akan mempengaruhi cara mempersepsi realita dan bersifat personal,familial, kultural, religi, jender dan okupasional. Skema dapat diaktifkan melalui stimuli khususyang menggabungkan informasi komplemen dan menolak informasi kontradikitif. 2.3 Implementasi 1. Tujuan Konseling Tujuan Umum konseling kognitif adalah membantu konseli mengidentifikasi adanya kesalahan – kesalahan dalam sistem pengolahan informasi dan kemudian memodifikasikannya, dengan cara membantu klien mengidentifikasi pikiran otomatis dan keyakinan intinya dan kemudian mempertalikan dengan emosi dan perilakunya dan kemudian meluruskannya. Sepanjang proses perlakuan, konseli diajar untuk menggunakan proses ini bagi dirinya sendiri dan juga mengembangkan sikap dan ketrampilan untuk berfikir lebih realistis dan membawa pada kehidupan yang lebih menyenangkan. 2. Proses Konseling Proses pelakuan konseling kognitif selalu menggunakan waktu yang terbatas ( singkat ) yakni antara 4 – 14 sesi untuk masalah – masalah yang relatif jelas. Setiap sesi memiliki tujuan dan agenda yang jelas. Judith Beck merekomendasikan sepuluh langkah konseling kognitif sebagai berikut : • Merumuskan agenda yang bermakna bagi konseli • Mengukur dan menetapkan intensitas mood pribadi. • Mengidentifikasi dan memeriksa ulang masalah konseli. • Mendorong konseli menyatakan apa yang ia harapkan dari program • Mendidik konseli tentang Konseling Kognitif Back dan peranannyya dalam program perlakuan. • Memberikan informasi tentang kesulitan pribadi dan hasil – hasil diagnosis • Merumuskan tujuan • Memberikan tugas rumah antara sesi • Merangkum hasil – hasil yang dicapai dari setiap sesi • Meminta umpan balik dari konseli pada tiap akhir sesi. Dalam tiap tahapan tersebut konselor menekankan pentingnya kepercayaan dan kolaborasi. Konselor perlu mengkomunikasikan kepercayaan, empati, rapport, minat, sikap hangat, optimisme, dan kondisi – kondisi inti lain yang membentuk suatu aliansi terapeutik yang kondusif. 3. Teknik Konseling Kognitif Back menggunakan banyak teknik. Teknik - teknik tersebut terutama bersifat kognitif namun juga di ambil dari pendekatan prilaku. Beberapa teknik tersebut antara lain :  Penjadwalan Kegiatan Penjadwalan kegiatan dapat memberi konseli kesempatan untuk mencoba perilaku dan cara – cara berfikir baru dan mendorong mereka untuk tetap aktif meskipun merasa tidak nyaman. Secara khusus teknik ini sangat baik untuk membantu individu – individu yang menderita kecemasan dan depresi.  Imajeri Mental dan Emosional Teknik ini dapat membantu konseli untuk memimpikan dan mencoba cara – cara baru dalam merasa dan berfikir. Mereka mungkin membayangkan dirinya sedang menangani suatu problema dengan berhasil, mengubah bagian – bagian dari suatu imej, atau mengulang suatu imej untuk menurunkan tekanan emosional.  Modeling Tertutup dan Modeling Kognitif Teknik ini merupakan suatu strategi yang digunakan untuk melatih konseli secara mental bentuk – bentuk perilaku baru yang lebih efektif dan kemudian menciptakan suatu model kognitif bagi dirinya sendiri untuk membentuk perilaku tersebut dengan berhasil.  Penghentian Fikiran Teknik ini sangat efektif untuk membantu konseli yang terus menerus memiliki pikiran negatis tentang dirinya dan menyalahkan dirinya bagai kegagalan – kegagalan yang dialaminya  Teknik Biblioterapi Teknik ini efektif untuk membantu konseli memodifikasi pikiran – pikiran mereka dengan cara memberinya bacaan yang berisikan ceritera tentang orang – orang yang berhasil menangani masalah mereka.  Teknik Reframing dan Relabeling Teknik ini digunakan unruk membantu atau mengembangkan pikiran yang berbeda tentang dirinya. 2.4 Aplikasi Penelitian yang dilakukan selama hampir 20 tahun dan hasil meta analisis terhadap 400 hasil penelitian telah memberikan bukti empirik bahwa KKB menjadi suatu pendekatan yang efektif untuk menangani berbagai bentuk gangguan mental, termasuk di dalamnya gangguan kecemasan, ketakutan, pobia, depresi, gangguan atau kesulitan penyesuaian, ketakutan sosial, penderitaan yang kronis , gangguan makan dan gangguan kepribadian umum. Konseling kognitif dapat digunakan untuk berbagai jenjang umur Menurut Beck, jika seseorang menginterpretasikan pengalaman dalam hal apakah ia kompeten ,pikirannya mungkin didominasi oleh skema,” jika saya tidak melakukan segalanya dengan sempurna, saya gagal”.Sebagai akibatnya, ia bereaksi terhadap situasi yang berhubungan dengan apakah ia kompeten secara pribadi atau tidak. 2.5 Kontribusi dan Kritik KKB memiliki banyak kelebihan dan dapat meningkatkan keefektifan dan efisiensi perlakuan. Kelebihan lain dari pendekatan ini ialah: a. Dapat dimodifikasi sesuai dengan karakteristik dan masalah konseli b. Relatif murah karena dilaksanakan dengan waktu yang pendek c. Dirancang bukan hanya untuk memecahkan masalah-masalah yang menuntut penanganan segera tetapi juga memampukan individu untuk mengelola kehidupan mereka secara berhasil d. Dapat dipelajari dengan mudah oleh para konselor Untuk dapat mengadministrasikan KKB dengan berasil konselorharus dapat bekerja dengan cara terorganisasi dan bersedia menggunakan inventori dengan berbagai bentuk alat pengungkap data lain guna melekukan asesmen terhadap masalah konseli dan menilai kemajuan konseli terhadap setiap sesi. Konselor harus familiar dengan teori-teori belajar, konseling perilaku, diagnosis serta menguasai berbagai macam metode intervensi baik dari pendekatan kognitif maupun perilaku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar